Monday, June 30, 2014

Excuses

Alright guys, how you doing?

Minta maaf dulu deh karena gue enggak nulis selama beberapa minggu terakhir (I forget when the last time I wrote something here..). I had such a crazy schedule and I will have until the next month, so forgive me. Dan ketika gue bilang crazy schedule, gue enggak bohong. Banyak banget kegiatan yang harus gue kerjain. Tapi alhamdulillah gue bisa nulis sekarang karena ada minggu tenang. I wish I could write more but my silent week isn't too silent. I still have to attend some extra classes because apparently, my lecturer was too busy to teach.

Bagi followers Instagram atau Twitter gue mungkin udah tau tentang #100happydays yang gue mulai bulan lalu. Gue sering liat hashtag ini di IG, dan gue jadi pengen ikutan setelah liat Gemma, yang notabene kakak perempuan Harry Styles, baru aja nyelesein challenge ini dan bilang kalo challenge yang kelihatannya konyol ini udah ngebantu dia jadi seneng lagi. Jujur aja, awalnya gue sempet ragu buat mulai challenge ini karena emosi gue yang unstable selama 2 tahun ini. Gue takut bakalan berhenti di tengah jalan karena tiba-tiba gue ngerasa sedih berkepanjangan atau breakdowns atau juga bosan.

Before you think anything further, gue akhirnya mutusin buat mulai ikutan challenge ini karena gue berpikir it is worth the risk. Maksudnya, tentu bakal ada saat dimana gue enggak mood buat nge-post dan itu enggak masalah. Tujuan utama gue cuma satu, kadar ke-happy-an gue bisa bertambah setelah gue selesai dengan challenge ini. Kenapa? Karena ternyata bukan hidup gue yang buruk, tapi hari gue. Lagi apes aja.

Tapi udah beberapa minggu ini gue berhenti posting foto dengan hashtag #100happydays. Mungkin karena saking sibuknya jadwal dan gue lagi enggak punya ide mau post apa. This case of course concerns my two bestfriends, from middle school if I may add. Yani sama Ulin pernah tanya sama gue (secara virtual dan face to face) kenapa gue berhenti sama challenge ini.  

Just to make sure, I don't quit. Gue enggak berhenti dan nyerah gitu aja. Let's face it, gue emang lagi ada banyak masalah. Dan jujur, masalah-masalah gue ini menyita perhatian banget. I need to finish them as soon as possible. Masalah-masalah ini pula lah yang ngebuat gue lupa tentang #100happydays. Gue jadi berpikiran kalo there is no such thing as happiness

Ah, hidup memang rumit, isn't it?

When you are too wrapped up in sorrow, sometimes you don't realize there are so many people who willing to help you. People who really care about you and don't mind if you text them at 2 in the morning just because you feel upset. Orang-orang inilah yang berarti bagi kita, yang harus kita jaga sampai kapanpun.

Mungkin alasan gue enggak masuk akal dan konyol. Tapi kalo emang kayak gitu kenyataannya, mau apa lagi?  

Just like my life. It isn't perfect and sometimes I just want to kill my self but in the end of the day, I still alive. I survive another day of sorrow. Sama halnya ketika kita mencintai seseorang secara tulus. Kita tahu kalo orang itu enggak sempurna tapi kita tetep aja mempertahankan mereka. Kenapa? Karena kita sayang dan kita menerima ketidaksempurnaan mereka sebagai suatu kelebihan #tsaaaaahhhhhh.

Hahaha, udah ah.
Gimana sama lo? Berani ambil sedikit resiko untuk jadi lebih bahagia? Berani mulai tantangan #100happydays versi lo sendiri? I would like to read your opinion in the comment box :) 
See ya next time!





Cheers
Dina

No comments:

Post a Comment