Thursday, March 1, 2018

Pelakor

What comes into your mind when you read the title?
What kind of feeling you were having when you saw the title before clicking it?

When a woman's having an affair with someone else's husband, we Indonesians usually call her a pelakor (perebut laki orang). Initially, I didn't overthink it. Buat apa mikirin hal seperti itu, rite? It wasn't my business whatsoever.

Tapi ironisnya semakin banyak orang dituding sebagai pelakor cuma karena hal sepele. Lebih ironis lagi karena hanya wanita yang mendapat label pelakor sementara laki-laki hanya digunjingkan sebentar saja. I started to wonder, why? Why do women deserve such a title even though the affair involves two parties? Kenapa gak ada sebutan yang sama untuk laki-laki yang melakukan hal serupa? Kenapa hanya wanita yang menjadi 'tersangka'?

Then I realized that women would be the victim because men are deemed superior and innocent. Women always take the blame, although men are obviously, involved. Menyedihkan, bukan? Wanita yang selalu saja disalahkan.
 
Ketika seorang wanita diperkosa, orang-orang lebih menyalahkan korban (yang mana kebanyakan adalah wanita) dengan alasan pakaiannya terlalu "terbuka" dan "menggiurkan". This act is called victim-blaming and just so you know, it is not cool at all. Jadi, tolong ya itu mulut-mulut jahat yang selalu menyalahkan korban diem aja, or should I throw a pair of stilettos to your face? :)
 
Kembali ke topik utama tentang pelakor. Ketika ada hubungan perselingkuhan, we can't turn a blind eye dan cuma nuduh "ceweknya kegatelan sih". Kenapa? Karena sekalipun wanita yang agresif, perselingkuhan itu tidak akan terjadi kalo si laki-laki adem ayem. Gampangnya gini, let's say wanita itu api dan laki-laki itu bensin. Ketika ada kayu yang terbakar, api itu tidak akan membesar kalo tidak disiram bensin atau minyak tanah. Have you understood it yet? 


Jadi, kesimpulannya, an affair wouldn't happen if men hadn't responded to the flirting. Seagresif apapun wanita yang disebut pelakor itu, jika laki-laki itu tidak memberi respon positif, maka yang namanya perselingkuhan itu tidak akan terjadi. Itu adalah penjelasan paling sederhana yang bisa gue tulis.

Ketika kita menyebut seorang wanita sebagai pelakor, pernahkah kita memikirkan akibatnya? Bagaimana bila wanita itu mempunyai anak? Have we ever thought about that? Karena jika kita berpikiran begitu in the first place, sebutan itu tidak akan pernah eksis. When we call a woman with that name, we are not only ruining her life, we are also ruining her children's lives and innocence. That nickname will be stuck on her wherever she goes and it can traumatize her. Sementara laki-laki yang ikut andil dalam affair tersebut masih tetap bisa tersenyum dan sumawa karena tidak ada nama panggilan untuk dia. Apakah adil? Bertahun-tahun kita semua dibesarkan oleh wanita yang kita sebut ibu, pernahkah terlintas di benak kita semua jika ibu kita yang dipanggil pelakor?

Life is unfair, I know that very well. But labelling someone with a degrading nickname like that meanwhile her partner goes on with his life like nothing happened is just plainly disgusting. Jika memang kita ingin memberi hukuman sosial kepada wanita tersebut, bukankah kita juga harus memberikan hukuman sosial yang sama kepada laki-laki? Wanita sudah cukup merasa malu jika affair mereka ketahuan, tapi kenapa kita harus menambah rasa malu mereka? Sebutan pelakor itu benar-benar merendahkan. Padahal seperti yang kita semua tahu, laki-laki itu memiliki masa puber kedua sedangkan wanita hanya senang apabila diberi perhatian. Often times, I see men are the ones who start an affair. Maka dari itu, jika wanita yang terlibat mempunyai julukan serendah itu, laki-laki pun juga harus diberi julukan.


With all due respect, I'm not writing this to make you hate the men involved in the affair. I'm writing this merely because I'm just so annoyed at people who keep calling someone a pelakor in a relationship but do nothing to their partners.
 
 
Kisses,
Dee